Senin, 29 September 2014

Surah An Nas 2


: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Tafsir Surat An Naas
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلََهِ النَّاسِ مِنْ شَرِّ الوَسْوَاسِ الخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاسِ

“Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan (Rob/yang memelihara) manusia, Raja manusia, Sembahan (Ilaah) manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam manusia, dari golongan jin dan manusia.”

Surat ini beserta surat Al Falaq merupakan sebab sembuhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sihir seorang penyihir Yahudi bernama Labid bin A’shom. Dalam sihir tersebut Rasulullah dikhayalkan seakan-akan melakukan suatu hal yang beliau tidak melakukannya.

Kisah tersebut disebutkan dalam hadits yang shohih, sehingga kita harus mempercayainya. Jika syaitan membisiki Anda dengan mengatakan bahwa seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa terkena sihir berarti ada kemungkinan bahwa bisa saja syaitan mewahyukan kepada Rasulullah sebagian dari Al Quran? Maka bantahlah bahwa Allah Maha Kuasa terhadap seluruh makhluknya, jika Allah telah berjanji memelihara kemurnian Al Quran (QS. Al-Hijr: 9) maka tidak ada yang dapat mengubahnya.

Jika setan tersebut kembali membisikkan agar kita menolak hadits tersebut dan menanamkan keraguan di hati kita tentang validitas hadits shohih sebagai sumber hukum islam dengan alasan bahwa kisah itu tidak masuk akal karena Allah subhanahu wa ta’ala selalu melindungi rasul-Nya. Maka katakanlah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mungkin memelihara lafal Al Quran tanpa memelihara penjelasannya berupa perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dalam hadits. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dilahirkannya di tengah umat ini para imam ahli hadits yang hafalannya sangat mengagumkan. Di antaranya adalah imam Ahmad yang menghafal hingga 1 juta hadits beserta sanadnya.

Allah subhanahu wa ta’ala menakdirkan terjadinya hal tersebut sebagai ujian bagi manusia, apakah mereka beriman ataukah kafir. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala meng-isra dan mi’raj-kan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu malam, ada sebagian kaum muslimin ketika itu yang murtad. Sedangkan pengaruh perlindungan setelah membaca kedua surat tersebut akan lebih kuat jika disertai dengan pemahaman dan perenungan akan maknanya.

Memohon Perlindungan Melalui Perantara Nama-Nya

Dalam surat ini terkandung permohonan perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan bertawasul (menggunakan perantara) dengan tiga nam-Nya yang mencakup tiga makna keyakinan tauhid kepada Allah secara sempurna. Yaitu tauhid rububiyah, asma wa sifat dan uluhiyah. Ketiga jenis tauhid ini diwakili oleh asma-asma Allah subhanahu wa ta’ala sebagi berikut:

Ar-Rabb, Al-Malik dan Al-Ilaah

Ar-Rabb dalam kata ِرَبِّ النَّاسِ (Tuhan Manusia) bermakna bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta, pengatur dan pemberi rezeki seluruh umat manusia. Tentunya Allah subhanahu wa ta’ala bukan hanya Rabb atau Tuhannya manusia, namun juga seluruh Alam semesta ini beserta isinya. Pengkhususan penyebutan Rabb manusia di sini adalah untuk menyesuaikan dengan pembicaraan. Menauhidkan Allah pada hal tersebutlah yang dimaksud dengan tauhid rububiyah. Seseorang yang memiliki keyakinan bahwa wali-wali tertentu dapat mengabulkan permohonan berupa harta, jodoh atau anak maka dia telah menyekutukan Allah dalam rububiyah-Nya.

Al-Malik adalah salah satu dari asmaul husna yang bermakna pemilik kerajaan yang sempurna dan kekuasaan yang mutlak. Sedangkan penyebutan kata Ilahinnaas (sembahan manusia) di sini adalah untuk menegaskan Allah adalah yang seharusnya disembah oleh manusia dengan berbagai macam peribadatan. Sedangkan ibadah itu ada dua jenis yaitu zhohir dan batin. Yang zhohir misalnya adalah sholat, do’a, zakat, puasa, haji, nazar, menyembelih qurban dan lain sebaginya. Sedangkan yang batin letaknya di dalam hati, seperti khusyu’, roja’ (pengharapan terhadap terpenuhinya kebutuhan), khouf (takut yang disertai pengagungan), cinta dan lain sebagainya. Barang siapa yang meniatkan salah satu dari ibadah-badah tersebut kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik. Siapa yang sujud kepada kuburan Nabi dan para wali atau yang lainnya, maka dia telah berbuat kesyirikan, siapa yang tawakalnya kepada jimat maka dia telah syirik.

Bisikan Syaitan Pada Hati Manusia

Pada surat Al-Falaq permohonan perlindungan hanya bertawasul menggunakan nama Allah Ar-Rabb saja. Sedangkan pada surat An-Naas ini digunakan 3 nama sekaligus yang mewakili 3 jenis tauhid. Hal ini mengindikasikan bahwa ancaman pada surat An Naas lebih besar dari pada ancaman yang disebutkan pada surat Al-Falaq. Ancaman yang disebutkan dalam surat Al-Falaq hanya mencelakakan manusia di dunia dan bersifat lahiriah, sehingga dapat atau mudah dideteksi.

Sedangkan pada surat An-Naas ini ancamannya dapat mencelakakan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Ancaman yang sangat halus, bukan merupakan kata-kata yang dapat didengar, sehingga sulit untuk di deteksi. Kemudian yang dijadikan sasarannya adalah hati, di mana hati manusia merupakan raja dari seluruh anggota tubuh. 

Tentang hal tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya dalam tubuh ini ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hati sebagai raja adalah yang memerintah seluruh anggota tubuh. Jika hatinya cenderung kepada ketaatan, maka anggota tubuhnya akan melaksanakan kebaikan tersebut. Dan begitu pula sebaliknya. Syaitan menjadikan hati sebagai target utama karena hati adalah ‘tiket’ keselamatan seorang hamba di akhirat, di mana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُوْنَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih/selamat (saliim).” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89)

Orang yang selamat di akhirat adalah orang datang menjumpai Allah dengan hati yang bersih (Qolbun Saliim). Bersih dan selamat dari penyakit syubhat dan syahwat. Syubhat adalah bisikan-bisikan syaitan terhadap seorang hamba sehingga dia meyakini kebenaran sebagai kebatilan, yang sunah sebagai bid’ah dan sebaliknya. Sedangkan syahwat adalah bisikan syaitan untuk mengikuti segala yang diinginkan oleh jiwa, meskipun harus menentang aturan Allah subhanahu wa ta’ala. Jika seorang hamba selalu memperturutkan syahwatnya dan melanggar aturan Allah, maka lama-kelamaan hatinya akan menganggap kemaksiatannya itu adalah suatu hal yang biasa, sehingga menjerumuskannya kepada penghalalan suatu yang diharamkan Allah.
Jika hati diumpamakan sebagai sebuah benteng, maka syaitan adalah musuh yang hendak masuk dan menguasai benteng tersebut. Setiap benteng memiliki pintu-pintu yang jika tidak dijaga maka syaitan akan dapat memasukinya dengan leluasa. Pintu-pintu itu adalah sifat-sifat manusia yang banyak sekali bilangannya. Di antaranya seperti; cinta dunia, syahwat dan lain sebagainya. Jika dalam hati masih bersemayam sifat-sifat tersebut, maka syaitan akan mudah berlalu lalang dan memasukan bisikannya, sehingga mencegahnya dari mengingat Allah dan mengisi hati dengan takwa.

Syaitan Jin dan Manusia

Di kalangan masyarakat ada yang menganggap bahwa syaitan, jin dan iblis adalah jenis makhluk tersendiri. Maka ayat terakhir dari surat ini membantah anggapan yang salah tersebut. Sesungguhnya makhluk yang mendapatkan beban syariat ada dua; yaitu jin dan manusia. Iblis merupakan bangsa jin berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang maknanya:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوْا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الجِنِّ
“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…” (QS. Al-Kahfi: 50)

Sedangkan syaitan adalah sejahat-jahat makhluk dari kalangan jin dan manusia yang mengasung sebagian kepada yang lain ke neraka.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيِّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ الإِنْسِ وَالجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ القَوْلِ غُرُورًا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu…” (QS. Al-An’am: 112)

Wallahu a’lam.

Rujukan:
  1. Taisir Karimirrahman fii Tafiiril Kalamil Mannaan (Syaikh Abdurrahaman bin Nashir As-Sa’dy).
  2. Terjemahan Mukhtashor Minhajul Qashidin (Ibnu Qudamah).
  3. Tafsiir ‘Usyril Akhiir Minal Qur’anil Kariim (DR. Sulaiman Al-Asyqor).
Sumber : http://muslim.or.id

Surah An-Nas 1

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Dalam suatu hadits yang disampaikan oleh Anas disebutkan bahwa : “ syetan itu selalu meletakkan paruhnya di atas hati manusia maka dia membisikkan sesuatu dalam hati tersebut. Jika manusia ingat Allah, maka paruh syetan itu akan berhenti mematuk, tetapi bila manusia itu lupa daripada mengingat Allah maka paruh syetan itu terus bergerak mematukkan paruhnya ke dalam hati manusia dengan bisikan-bisikan keburukan “. (Hadits riwayat Baihaqi dan Ibnu Abidunya). 

Hadits daripada Ibnu Abbas menceritakan bahwa : “ Tidak ada seorang anakpun lahir kecuali diatas hatinya sudah bersiap-siap syetan meniupkan was-was, maka apabila seseorang itu mengingat Allah, syetan itu diam tidak bergerak, tetapi apabila seseorang itu lupa kepada Allah, maka dia segera mematuk-matuk hati orang tersebut “. ( riwayat Baihaqi dan Hakim ).

Dalam hadits sahih disebutkan, “Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali telah ada bersamanya Qarin ( kawan dari jenis syetannya yang selalu mendampingi seseorang kemana si empunya badan berada). Aisyah bertanya : “ Apakah engkau juga mempunyai qarin ya Rasul?”. Rasul menjawab, “ Benar, qarin aku juga ada, hanya saja ketahuilah bahwa Allah telah menolongku untuk melawannya, sehingga syetanku tersebut telah menyerahkan dirinya sehingga dia tidak membisikkan yang lain kepadaku kecuali kebaikan.”(Hadits riwayat muslim)

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

Surah An Nas

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Tafsir Surah An-Nas, termasuk surah Makkiyah

 Bismillahirrahmanirrahim
Artinya : “Katakanlah, “Aku berlidung kepada Rabb (yang memelihara dan mengatur) manusia. Penguasa manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”

Sifat-sifat ini termasuk di antara sifat-sifat Robb : Rububiyah (keRobban), kekuasaan, dan ilahiyah (sembahan). Maka Allah adalah Robb, penguasa, dan sembahan segala sesuatu, segala sesuatu adalah makhluk-Nya, dikuasai oleh-Nya, dan hamba-Nya. Allah memerintahkan orang yang memohon perlindungan untuk meminta perlindungan hanya kepada yang bersifat dengan sifat-sifat ini, dari kejelekan was-was dari Khannas, dia adalah setan yang menyertai manusia. Karena, tidak ada seorang pun dari anak Adam kecuali dia mempunyai qarin (yang mengikutinya dari kalangan setan) yang menghias-hiasi kekejian itu di hadapannya dan dia tidak perduli walau harus mengerahkan semua kemampuannya untuk memberikan khayalan-khayalan, dan yang selamat hanyalah siapa yang Allah selamatkan. 

Telah tsabit dalam Ash-Shahih bahwa beliau Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ. قَالُوا: وَأنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: نَعَمْ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah diikutkan padanya temannya dari kalangan jin.” Mereka bertanya, “Anda juga wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Iya, hanya saja Allah telah menolong saya untuk mengatasinya, sehingga dia pun masuk Islam, dan dia tidak memerintah saya kecuali dengan kebaikan.[1]

Juga telah tsabit dalam Ash-Shahih dari Anas, tentang kisah kunjungan Shafiyah kepada Nabi sholallahu 'alaihi wasallam ketika beliau sedang melakukan i’tikaf, lalu beliau keluar bersamanya (Shafiyah) pada malam hari untuk mengantarnya ke rumahnya. Tiba-tiba ada dua orang Anshar yang menjumpai beliau, tatkala keduanya melihat Nabi r, mereka mempercepat langkah. 

 Maka Rasulullahsholallahu 'alaihi wasallam bersabda:
عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ. فَقَالَا: سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ, وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا -أَوْ قَالَ شَرًّا-
“Pelan-pelanlah kalian, sesungguhnya wanita ini adalah Shafiyah bintu Huyaiy.” Keduanya lalu berkata, “Subhanallah wahai Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh anak Adam seperti mrngalirnya darah, dan saya khawatir kalau-kalau dia melemparkan sesuatu -atau beliau berkata: Kejelekan- ke dalam hati kalian berdua.[2]

Dari seorang teman berkendara Rasulullah r dia berkata: Keledai Nabi r jatuh tergelincir, maka saya berkata, “Celakalah setan!” Maka beliau bersabda:
لَا تَقُلْ: تَعِسَ الشَّيْطَانُ, فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ: تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ وَقالَ: بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ. وَإذَا قُلْتَ: بِسْمِ اللَّهِ, تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيْرَ مِثْلَ الذُّبَابِ
“Jangan kamu katakan, “Celakalah setan,” karena jika kamu katakan, “Celakalah setan,” dia akan membesar dan berkata, “Demi kekuatanku, saya akan merasukinya.” Jika kamu mengatakan, “Dengan nama Allah,” dia akan mengecil sampai menjadi seperti lalat.[3]

Sejumlah ulama berkata tentang firman-Nya, “Kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi,”: Dia adalah setan yang bercokol di dalam hati anak Adam. Jika dia (anak Adam) lalai, dia akan memberikan was-was, tapi jika dia berdzikir kepada Allah, dia akan menahan diri.

Firman-Nya, “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” Apakah terjadinya hal ini hanya terbatas pada anak keturunan Adam -sebagaimana yang nampak-, ataukah ini mencakup umum untuk anak keturunan Adam (manusia) dan juga jin? Ada dua pendapat, dan biasanya mereka (jin) juga masuk ke dalam penamaan manusia. Ibnu Jarir berkata, “(Kata manusia) sering digunakan untuk mereka (jin), “Beberapa orang laki-laki dari kalangan jin.[4]“ Maka tidak ada larangan menggunakan kata ‘manusia’ untuk mereka secara mutlak.”

Firman Allah Ta’ala, “Dari (golongan) jin dan manusia.” Apakah ini adalah rincian dari firman-Nya, “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia” lalu Dia menjelaskannya dengan firman-Nya, “Dari (golongan) jin dan manusia,”? Hal ini menguatkan pendapat yang kedua.

Ada yang mengatakan, “Dari (golongan) jin dan manusia” adalah penafsiran dari yang membisikkan was-was ke dalam dada manusia dari kalangan setan-setan jin dan manusia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

Dari Ibnu Abbas dia berkata, “Ada seorang lelaki yang mendatangi Nabi r lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berbicara di dalam diriku dengan suatu ucapan, yang mana saya jatuh dari atas langit lebih saya sukai daripada yang mengucapkannya.” Maka Nabi r bersabda, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, segala pujian hanya milik Allah yang telah menolak makarnya dan hanya menjadikannya sebagai was-was.[5]

[Diterjemah dari Shahih Tafsir Ibnu Katsir: 4/709-710, karya Musthafa Al-'Adawi]

[1] HR. Muslim (2814)
[2] HR. Al-Bukhari (6219 -Al-Fath) dan Muslim (2175)
[3] HR. Abu Daud (5/260) dan Ahmad (5/59, 71)
[4] QS. Al-Jin: 6
[5] Shahih. HR. Ahmad (1/235) dan Abu Daud (5112)

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

Surah Al Falaq 2

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)


Keutamaan Surah Al-Falaq
 
Ahmad meriwayatkan dari Yazid bin Abdullah bin Asy-Syukhair, dengan status perawi shahih, ia berkata: seorang pria berkata, “Suatu ketika kami bersama Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, sementara orang-orang mengikuti di belakang. Dan pada waktu zhuhur tibalah saatnya Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam berhenti dan aku pun berhenti. Kemudian beliau menghampiriku lalu menepuk pundakku seraya berkata, ‘Qul a’uudzu birabbilfalaq’ Lalu Rasulullah Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam membacanya dan aku pun membacanya bersama beliau. Kemudian beliau berkata kepadaku,’Qul a’uudzu birabbinnaas’ Lalu Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam membacanya dan aku pun membacanya bersama beliau. Setelah itu beliau beikata, ‘Jika engkau shalat, bacalah keduanya’.”

AlBazzar meriwayatkan dari Abdullah bin Al Aslami, dengan status perawi shahih, ia berkata, “Kami pernah bersama Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan umrah. Hingga ketika kami sampai di lembah Waqim, tiba-tiba kabut muncul .menyelimuti sehingga kami pun tersesat jalan. Manakala melihat hal itu, Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam berpaling menuju kumpulan yang pekat, lalu mendudukkan untanya. Setelah itu beliau berdiri dan berdiam beberapa lama. Beliau terus menerus sholat hingga terbit fajar. Kemudian beliau memegang kepala untanya (mengambil tali kekangnya), kemudian berjalan sementara Abdullah Al Aslami di samping beliau. Lalu Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam meletakkan telapak tangannya di dadaku. Kemudian beliau berkata, ‘Bacalah!’Aku berkata, ‘Apa yang harus aku baca?’ Beliau menjawab, ‘Bacalah Qul huwallaahu ahad (surah Al lkhlash)!’ Kemudian beliau berkata, “Bacalah!”. Aku berkata, ‘Apa yang harus aku baca?’ Beliau menjawab, ‘Qul a’uudzu birabbil faloq, min syarri maa khalaq (surah Al Falaq)’. Lalu aku membacanya hingga selesai. Kemudian beliau berkata, ‘Bacalah!’ Aku berkata, ‘Apa yang harus aku baca?’ Beliau menjawab, ‘Qul a’uudzu birabbinnaas" (surah An-Naas)!’ Aku pun membaca Qul A’uudzu birabbinnaas hingga selesai. Lalu Rasulullah SAW berkata, ‘Beginilah cara meminta perlindungan kepada Allah karena tak ada hamba yang meminta perlindungan dapat menyamainya’.”

Sayyidatina Aisyah menerangkan: bahwa Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam pada setiap malam apabila hendak tidur, Beliau membaca Surat Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas, ditiupkan pada kedua telapak tangan kemudian disapukan ke seluruh tubuh dan kepala.

Sayyidina’ Ali r.a. menerangkan: pernah Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam. digigit kala, kemudian Beliau mengambil air garam. Dibacakan Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas laludisapukan pada anggota badan yang digigit kala tadi.

‘Uqbah bin’ Amir menerangkan, ketika saya sesat jalan dalam suatu perjalanan bersama dengan Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam, Beliau membaca Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas dan akupun disuruh Beliau juga untuk membacanya.

Barang siapa terkena penyakit karena perbuatan syaitan atau manusia, hendaklah membaca Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas sebanyak 41 kali selama 3 hari, 5 hari atau 7 hari berturuh-turut.

Barang siapa yang takut akan godaan syaitan atau manusia atau takut dalam kegelapan malam, atau takut kejahatan manusia, bacalah Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas sebanyak 100 kali.

Ahmad bin Mani’ di dalam Musnad-nya berkata: Yusuf bin ‘Athiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Harun bin Katsir menceritakankan kepada kami dari Zaidbin Aslam dari ayahnya dari Ubai bin Ka’ab RA, dia berkata: Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda,”Siapa yang membaca mu’awwidzat (Al lkhlaash, Al Falaq dan An-Naas), maka dia seolah-olah telah membaca semua yang diturunkan kepada Muhammad.”

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i dani Uqbah bin Amir RA, ia berkata, “Suatu ketika aku menggiring unta Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan. Lalu beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Uqbah, maukah engkau aku ajarkan dua surah yang paling baik untuk dibaca?’ Beliau kemudian mengajarkankepadaku Qul a’uudzu birabbil falaq (surah Al Falaq) dan Qul a’uudzu birabbinnaas (surah An-Naas). [Sunan Abu Daud (1462), Sunan An-Nasa'i (21158), dan Shahih Mustim (814)]

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Wahai Uqbah, mintalah perlindungan dengan kedua surah tersebut, karena tidak ada orang yang meminta perlindungan dengannya dapat menyamai ke duanya.”

Ibnu Hibban di dalam kitab Shahihnya dan Al Hakim di dalam kitab Al Mustradrak meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang semakna. Dan setelah meriwayatkan hadits ini, Al Hakim berkata, “Sanad hadits ini shahih.”

Al Hakim disebutkan dengan redaksi: Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam berkata,”Wahai Uqbah, bacalah Qul a’uudzu birabbil falaq (Al Falaq), karena sesungguhnya tidak ada surah yang engkau baca lebih disukai dan lebih diterima oleh Allah daripadanya. Jika engkau bisa untuk tidak meninggalkannya, maka lakukanlah!”

An-Nasa’i dan Ibnu Hibban juga di dalam kitab Shahih’nya meriwayatkan hadits yand semakna bahwa Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda,”Bacalah wahai Jabir!” Aku berkata, “Demi ayahmu dan ibuku; Apakah yang aku baca?” Beliau berkata, “Qul a’uudzu birabbil falaq dan Qul a’uudzu birabbinnaas. ” Maka aku pun membaca keduanya. Setelah itu beliau berkata, “Engkau tidak akan membaca yang seumpama keduanya.”

Ahmad meriwayatkan hadits dari perawi-perawi yang tsiqah dari Uqbah, dia berkata,”Suatu ketika aku menemui Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam lalu beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Uqbah bin Amir, maukah engkau aku ajarkan beberapa surah yang tidak diturunkan di dalam Taurat, Injil, Zabur, dan surah dalam Al Furqan yang sama dengannya? Tidaklah datang satu malam pun kecuali aku membacanya, yaitu Qul huwallaahu ahad (surah Al lkhlaash), Qul a’uudzu birabbil falaq (surah Al Falaq), dan Qul a’uudzu birabbinnaas (surah An Naas).”

Kesimpulan keutamaan ayat ayat Al-Qur'an

Untuk melindungi diri dari semua kejahatan kita harus menggantungkan hati kita dan berlindung hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa, dan membiasakan diri membaca dzikir yang telah dicontohkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini adalah salah satu wujud kesempurnaan agama Islam. Kejahatan begitu banyak pada zaman kita ini, sementara banyak umat Islam yang tidak tahu bagaimana cara melindungi diri darinya. Adapun yang sudah tahu banyak yang lalai, dan yang membacanya banyak yang tidak menghayati dan menyakini. 

Semua ini adalah bentuk kekurangan dalam beragama. Andai umat Islam memahami, mengamalkan dan menghayati sunnah ini, niscaya mereka terselamatkan dari berbagai kejahatan. Surat ini adalah surat yang utama, dan dianjurkan dibaca setelah shalat, sebelum dan sesudah tidur, dalam dzikir pagi dan sore, juga dalam penyembuhan.

Kita memohon perlindungan hanya kepada Allah dari semua kejahatan secara umum, dan beberapa hal secara khusus karena lebih sering terjadi, lebih samar atau karena mengandung bahaya yang lebih.


Semoga Allah memudahkan kita untuk menyibukkan diri dengan do’a pada hari Arafah.

Surah Al-Falaq 1

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Falaq (Waktu Shubuh). Surah Makkiyyah; Surah ke 113: 5 ayat

1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,
2. Dari kejahatan makhluk-Nya,
3. Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita,
4. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul
5. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.”

Ibnu Hatim meriwayatkan dari Jabir, dia mengatakan: “Al-Falaq berarti waktu shubuh. Yaitu demikian itu seperti firman-Nya yang lain: faaliqul ashbaah (Dia menyingsingkan pagi).

Firman Allah Ta’ala: ming syarri maa kholaq (dari kejahatan makhluk-Nya). Yakni dari kejahatan semua makhluk. Wa ming syarri ghoosiqin idzaa waqab (dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita). Mujahid mengatakan: “Kejahatan malam jika telah gelap gulita, yaitu saat matahari telah terbenam.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari darinya. Demikian pula yang diriwayatkan Ibnu Abi Najih darinya. Dan seperti itu juga Ibnu ‘Abbas, Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, adl-Dlahhak, Khashif, al-Hasan, dan Qatadah mengatakan: “Sesungguhnya ia adalah waktu malam jika telah datang gelapnya.” Ibnu Jarir dan juga yang lainnya mengatakan: “Yaitu bulan”

Dapat saya katakan, dan pijakan orang-orang yang berpegang pada pendapat tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad; Abu Dawud al-Hafri memberi tahu kami, dari Ibnu Dzi’b, dari al-Harits bin Abi Salamah, dia berkata: “’Aisyah berkata: ‘Rasulullah sholallahu 'alaihi wasallam pernah memegang tanganku dan memperlihatkan bulan kepadaku pada saat terbit dan beliau bersabda: ta’awwadzii billaahi ming syarri haadzal ghaasiqi idzaa waqab (berlindunglah kepada Allah dari kejahatan bulan ini jika terbenam).

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa-i di dalam kedua kitab tafsir dan Sunan keduanya. At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits hasan shahih.” Dan lafazhnya sebagai berikut: ta’awwadzii billaahi ming syarri haadzaa, fa-inna haadzal ghaasiqa idzaa waqaba (berlindunglah kepada Allah dari kejahatan ini, karena sesungguhnya ini adalah bulan jika terbenam).

Sedangkan lafazh an-Nasa-i berbunyi: ta’awwadzii billaahi ming syarri haadzaa, fa-inna haadzal ghaasiqa idzaa waqaba (berlindunglah kepada Allah dari kejahatan ini, karena sesungguhnya ini adalah bulan jika terbenam).

Pemegang pendapat pertama menyatakan bahwa bulan merupakan satu tanda malam jika telah masuk. Dan itu tidak bertentangan dengan pendapat kami, karena bulan merupakan tanda malam dan tidak memiliki kekuasaan kecuali pada malam hari. Demikian juga bintang-bintang yang tidak akan bersinar kecuali pada malam hari, dan ia kembali kepada apa yang telah kami kemukakan. Wallaahu a’lam.

Dan firman Allah Ta’ala: waming syarrin naf-faa-tsaati fil’uqad (dan dari kejahatan wanita tukang sihir yang menghembuskan pada buhul-buhul). Muhahid, ‘Ikrimah, al-Hasan, Qatadah, dan adl-Dlahhak mengatakan: “Yakni tukang sihir.” Mujahid mengatakan: “Yaitu ketika wanita-wanita itu membaca mantra dan menghembuskan pada buhul.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, dia berkata: “Tidak ada sesuatu yang lebih dekat dengan kemusyrikan melebihi jampi ular dan orang gila.”

Di dalam hadits lain disebutkan bahwa Jibril pernah datang kepada Nabi sholallahu 'alaihi wasallam, lalu bertanya: “Apakah engkau merasa sakit hai Muhammad?” Beliau menjawab: “Ya.” Lalu Jibril mengucapkan: bismillaahi arqiika ming kulli daa-in yu’dziika wa ming syarri haasidin wa ‘ainin, allaahu yasyfiik (dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari setiap penyakit yang mengganggumu dan dari kejahatan setiap orang yang dengki dan mata yang hasad. Dan Allah akan menyembuhkanmu).

Mungkin yang demikian itu akibat keluhan yang dirasakan oleh Rasulullah sholallahu 'alaihi wasallam. Ketika beliau terkena sihir, Allah Ta’ala dengan segera menyehatkan dan menyembuhkan beliau serta menyerang balik tipu muslihat para penyihir yang dengki dari kalangan orang-orang Yahudi kepada tokoh-tokoh mereka semua. Dan Dia jadikan kehancuran mereka melalui perbuatan mereka itu sekaligus mempermalukan mereka. Tetapi dengan demikian, Rasulullah saw. tidak bersikap buruk terhadap orang tersebut suatu waktu, tetapi cukuplah Allah yang menjadi pelindung, menyembuhkan sekaligus menyehatkan.

Imam al-Bukhari meriwayatkan di dalam kitab ath-Thibb dalam Shahih-nya, dari ‘Aisyah, dia berkata: “Rasulullahsholallahu 'alaihi wasallam pernah kena disihir, dimana beliau melihat seakan-akan mendatangi beberapa orang istri padahal beliau tidak mendatangi mereka. Sufyan mengatakan: ‘Ini merupakan sihir yang paling parah, jika keadaannya seperti itu.’ Kemudian Beliau bersabda: ‘Wahai ‘Aisyah, tahukah engkau bahwa Allah telah memfatwakan kepadaku mengenai sesuatu yang dulu engkau pernah meminta fatwa tentangnya? Aku telah didatangi oleh dua orang [malaikat], lalu salah seorang di antaranya duduk di dekat kepalaku dan yang lainnya dekat kakiku. Kemudian yang duduk dekat kepalaku berkata: ‘Apa yang dialami oleh orang ini?’ Yang lainnya menjawab: ‘Dia terkena sihir.’ ‘Lalu siapa yang menyihirnya?’ tanyanya lebih lenjut. Dia menjawab: ‘Labid bin A’sham, seorang dari Bani Zuraiq, sekutu Yahudi, yang dia seorang munafik.’ Dia bertanya: ‘Dalam wujud apa sihir itu?’ Dia menjawab: ‘Pada sisir dan bekas rontokan rambut.’ ‘Lalu dimana semuanya itu berada?’ tanya temannya. Dia menjawab: ‘Di kulit mayang kurma jantan di bawah dasar sumur Dzarwan.’” ‘Aisyah berkata melanjutkan perkataannya: “Kemudian Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam mendatangi sumur itu dan mengeluarkan sihir tersebut. Selanjutnya beliau bersabda: ‘Wahai ‘Aisyah, inilah sumur yang pernah diperlihatkan kepadaku, seakan-akan airnya adalah celupan pacar, dan pohon kurmanya seperti kepala syaitan.’” Dan perawi hadits ini berkata: “Kemudian beliau mengeluarkannya.” Dan diriwayatkan pula oleh Muslim.

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

Surah Al-Falaq

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Surah Al-Falaq adalah surah ke-113 dalam Al-Qur'an. Nama Al-Falaq diambil dari kata Al-Falaq yang terdapat pada ayat pertama surah ini yang artinya waktu subuh. Surat ini tergolong surah Makkiyah. Surah Al Falaq Memerintahkan agar manusia memohon perlindungan dari segala bentuk kejahatan hanya kepada Alla subhanahu wa ta'ala. Semoga surat Al Falaq ini dapat bermanfaat bagi kita semua,berikut adalah bacaan surah Al-Falaq.

Keutamaan Surah Al-Falaq

Dari Uqbah bin Amir dia berkata, Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Tidakkah engkau melihat ayat-ayat yang diturunkan pada malam ini? Tidak diketahui ada ayat-ayat yang semisal ini sama sekali. “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai al-falaq,” dan “Katakanlah, “Aku berlidung kepada Rabb (yang memelihara dan mengatur) manusia.[1]

Dari Uqbah bin Amir[2] dia berkata:

“Suatu ketika saya pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pada sebuah rombongan dari rombongan-rombongan yang ada. Tiba-tiba beliau bersabda kepadaku, “Wahai Uqbah, tidakkah kamu naik ke tungganganku?” akan tetapi saya menghormati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sehingga saya tidak naik ke tunggangan beliau. Beliau kembali berkata, “Wahai Uqbah, tidakkah kamu naik ke tungganganku?” Maka akhirnya saya khawatir kalau-kalau penolakan saya ini merupakan maksiat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian turun dan saya yang menaiki tunggangan beliau ???, kemudian beliau menaiki tunggangannya. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Uqbah, maukah kamu saya ajarkan dua surah di antara dua surah terbaik yang dibaca oleh manusia?” Saya menjawab, “Mau wahai Rasulullah.” Maka beliau membacakan kepadaku “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai al-falaq,” dan “Katakanlah, “Aku berlidung kepada Rabb (yang memelihara dan mengatur) manusia.” Kemudian shalat ditegakkan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maju mengimami kami dan membaca kedua surah ini. Setelah selesai, beliau melewatiku seraya bersabda, “Bagaimana pendapatmu wahai Uqbah, bacalah keduanya setiap kali kamu mau tidur dan setiap kali kamu bangun dari tidur.”

Dari Uqbah bin Amir dia berkata:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan saya untuk membaca surah-surah perlindungan di akhir setiap shalat.[3]

Dari Uqbah bin Amir dia berkata, “Saya pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu beliau bersabda, “Wahai Uqbah, bacalah!” Saya bertanya, “Apa yang saya baca?” lalu beliau diam dan tidak menjawab pertanyaanku. Kemudian beliau bersabda, “Bacalah!” Saya bertanya, “Apa yang harus saya baca, wahai Rasulullah?” lalu beliau diam dan tidak menjawab pertanyaanku. Saya berkata, “Ya Allah, buatlah beliau mengulang pertanyaanya kepadaku.” Maka beliau bersabda, “Wahai Uqbah, bacalah!” Saya bertanya, “Apa yang harus saya baca, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai al-falaq,” maka saya pun membacanya sampai akhir surah. Kemudian beliau berkata lagi, “Bacalah,” saya bertanya, “Apa yang harus saya baca wahai Rasulullah?” beliau bersabda, “Katakanlah, “Aku berlidung kepada Rabb (yang memelihara dan mengatur) manusia,” maka saya pun membacanya sampai akhir surah. Setelah itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang yang meminta pernah meminta dengan permintaan yang semisalnya, dan tidaklah seorang yang meminta perlindungan pernah meminta perlindungan dengan yang semisalnya.[4]

Hadist Aisyah[5] telah berlalu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sering membaca ketiga surah ini, meniupkannya ke kedua telapak tangan beliau, lalu beliau mengusap kepala, wajah, dan apa yang dia sanggupi dari bagian tubuhnya dengannya.

Juga dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam jika beliau merasa sakit, beliau meruqyah diri beliau sendiri dengan membaca kedua surah perlindungan ini, lalu beliau meniupkannya. Tatkala penyakit beliau bertambah parah, saya yang meruqyah beliau dengan kedua surah perlindungan ini, lalu saya mengusapkan kedua tangan beliau padanya untuk mengharap berkahnya.
[Shahih Tafsir Ibni Katsir karya Musthafa Al-Adawi hafizhahullah]


[1] HR. Muslim (814)
[2] Shahih dengan seluruh pendukungnya. Lihat Sunan An-Nasa`i (8/250, 251, 252)
[3] Hasan. HR. Abu Daud (2/181) dan An-Nasa`i (3/69)
[4] Sanadnya hasan. HR. An-Nasa`i (8/253)
[5] Shahih, dan haditsnya telah berlalu.

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.


Minggu, 28 September 2014

 
Blogger Templates